Sabtu, 25 April 2009

Pengembangan Usaha


Sementara ini untuk pengembangan usaha, kita mengacu kepada Permenhut P.50/ Menhut-II/ 2006 dan SK. 400/ Kpts/ Dir/ 2007. Akan tetapi dengan adanya Permenhut P.43 pasal 6 ayat (2), maka seolah-olah untuk pengembangan usaha, khususnya yang berkaitan dengan penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan diluar kehutanan, sepertinya kita jadi lemah. Seperti pendirian tower dalam kawasan hutan, apalagi di hutan lindung lagi. Semuanya dilemahkan terhitung tanggal 10 Juni 2008 (kalau tidak salah, Permenhut P. 43/ Menhut-II/ 2006).


Karena berdasarkan pasal 6 ayat (2) Permenhut tersebut, setiap kerjasama yang akan dilakukan oleh Perum Perhutani tidak sebebas dulu lagi, karena harus menunggu persetujuan dari Menteri Kehutanan terlebih dahulu.


Oleh itu, untuk mengembangkan sekaligus meng-optimalkan potensi dan asset perusahaan harus segera dilakukan terobosan untuk mementahkan Permenhut P.43 tersebut. Karena sementara waktu bisa merupakan batu sandungan yang cukup "tajam" bagi Perum Perhutani.


Kemudian juga masalah sharing, yang sementara ini dilakukan dengan menggunakan dasar SK. 001/ Kpts/ Dir/ 2002, tampaknya juga "agak jumbuh" dengan adanya SK. 400/ Kpts/ Dir/ 2007. Mengapa demikian karena dalam SK. terbaru yang terkait dengan bentuk kerjasama (kalau tidak salah, pada pasal 4). Disana telah diatur kepada masing-masing pihak yang akan bekerjasama, akan dinilai "asset"-nya oleh lembaga independent terlebih dahulu. Kemudian barulah ditetapkan apakah akan memakai "sharing produksi atau keuntungan".


Bagi pelaksana di lapangan, tentu akan kebingungan, manakah yang akan dipergunakan sebagai dasar. Kalau mengikuti SK. 400, bagaimanakah dengan masyarakat. Apakah hanya akan dinilai dari asset SDM dan sarana kerja saja. Ataukah yang seperti apa.


Oleh karena itu, pentingnya Petunjuk Teknis dari setiap SK yang dikeluarkan oleh Direksi sebagai rambu-rambu bagi pelaksana.


Belum lagi dengan PP 2/ 2008 juncto PP 03/ 2008, yang berkaitan dengan "PNBP" (Penghasilan Negara Bukan Pajak), karte kawasan hutan kita di suatu provinsi luasnya kurang dari 30%. Pertanyaannya apakah daftar tarif yang dikenakan untuk operator selluler sudah meng-akomodir nilainya dengan nilai PNBP. Karena kalau belum, maka dana kita juga akan tersedot untuk setor kepada negara. Disamping kita punya hasil dari operator tersebut.




Salam.

Tidak ada komentar: