Jumat, 06 Februari 2009

Training berbasis kompetensi



Wah, merupakan hal yang menarik dan menantang. Tapi apakah kita sudah siap melaksanakannya. Paling tidak kita sudah harus punya standar kompetensi yang seharusnya untuk setiap jenjang jabatan dan merubah paradigma dalam penangan SDM kita. Harusnya istilah “personalia” sudah harus sejak lama dirombak dulu. Karena apabila masih dengan paradigma lama, maka cara penanganannya ya masih begitu-begitu saja.
Never mind. Marilah kita semangat dengan prinsip 3N dan 3M. Prinsip 3N menyatakan bahwa kita harus mau mengamati perkembangan atau sesuatu yang baru dengan seksama, mencoba menerapkan inovasi baru ditempat kita dan menyesuaikannya sesuai dengan kharakteristiknya. Kemudia 3M menyatakan, mulailah dari hal yang kecil, janganlah bicara soal orang lain akan tetapi mulailah dari diri kita sendiri (dengan niat yang mulia), dan kapan lagi akan dimulai kalau tidak dari sekarang meskipun itu terlambat daripada mengalami “stagnan” atau sengaja membuat “status quo”.
Saat ini hampir disemua perusahaan besar telah menerapkan CB-HRM (Competency Based-Human Resource Management) dalam menangani SDM perusahaan. Marilah kita semua belajar, bagaimana menyusun dan mengukur standar dan tingkat kompetensi dari SDM di berbagai level. Mengapa demikian, agar training yang dilakukan dapat tepat sasaran dan tepatguna. Selaras dengan visi dan tujuan perusahaan (holding company).
Untuk dapat melakukan itu, maka penulis rasa perlu ada beberapa tahapan yang harus dilalui, antara lain :

Melakukan perubahan dalam penanganan SDM. Tidak sekedar melihatnya dari kacamata personalia, akan tetapi harus melihatnya dari sisi SDM secara holistik. Maksudnya potensi dan kemungkinan pengembangannya dari setiap individu SDM.
Menyusun standar kompetensi untuk setiap pekerjaan dan level jabatan secara jelas dan terukur.
Menyempurnakan SDM yang menempati posisi di bidang HRD.
Menyusun database SDM yang ada saat ini.
Melengkapi setiap HRD unit (paling tidak) dengan tenaga psikolog. Apabila belum ada, maka dapat mengisi kekosongan tersebut dengan melakukan “outsourcing” untuk sementara waktu.
Menetapkan bentuk reward and punishment individu maupun sebagai tim. Hal ini untuk merubah memicu motivasi dari sisi eksternal yang merubahnya kepada motivasi internal.
Menyusun kurikulum dan silabus untuk materi pelatihannya, sesuai dengan standar kompetensi yang seharusnya yang telah disesuaikan pula dengan kebutuhan situasi.
Merubah cara pembelsjsrsnnys, ysng bensr-bensr mengadopsi pembelajaran orang dewasa, bukan lagi “pedagogy”
Menata kembali lay-out kelas untuk pembelajaran dan jumlah peserta setiap kelas, agar intensitas pembelajaran optimal.
Mempersiapkan sarana pembelajaran sesuai dengan model pembelajaran orang dewasa. Karena paling tidak, setiap orang sudah memiliki pengalaman dan usia tidak bisa dipungkiri akan sangat nantinya menentukan sukses pembelajaran itu sendiri.
Menetapkan moto dan tujuan setiap kursus atau pelatihan.

Darimana diperolehnya kemampaun menyusun standar kompetensinya, dari melakukan studi banding, pelatihan tim yang ditunjuk, membayar pendamping, menyerahkan kepada ahlinya atau bahkan yang lainnya.
Banyak jalan menuju ke Roma. Semuanya tinggal tergantung niat kita untuk berubah dan menyikapi setiap perubahan jaman itu sendiri. Langkah-langkah itu harus segera kita lakukan, jika tidak ingin tertinggal kereta yang melaju dengan kencang. Bahkan nantinya akan merugikan perusahaan dan akhirnya perusahaan kita yang akan hilang dari percaturan bisnis. Tenggelam oleh yang lain karena tidak mau mengikuti perubahan yang ada. Karena didunia ini, yang kekal adalah perubahan.
Marilah kita bersatu untuk mengawali perubahan ini. Meskipun sekarang juga waktunya “kampanye”. Tapi marilah kita fokus dengan yang menjadi pijakan kita saat ini.
Selamat melakukan perubahan.

2 komentar:

HumaS KPH Randublatung mengatakan...

Mr.GA
Training berbasis kompetensi tersebut kalau bisa dijadikan kurikulum khusus selama 3 minggu atau lebih, sehingga untuk pemahaman dan prakteknya bisa langsung mengena.tapi dalam trainer ini dibungkus secara SERSAN ( Serius taoi santai ) sehingga peserta tidak merasa terjebak dalam pola pusdik yang menurut saya (maaf) agak kaku

Mbah Bondan W mengatakan...

Semua yang rumusan Training masuk kriteria Ideal Yudikatif tinggal Ideal Aplikatifnya yang kadang belum menyentuh hal ini akibat perbedaan Karakter yang tumbuh di Perusahaan, apapun Ilmunya jika tidak direalisasi sebagai perubahan , apa yang bisa kita lakukan? bosan kalau cuma Wait and See terus Bos, kalau boleh saran lebih baik menyampaikan sesuatu Strategi Perusahaan yang sedang berjalan untuk dipahami dan dilaksanakan.bukan berarti menolak Idea Idea Brilian Bapak Amin