Dalam rangka mengimplementasikan pengembangan UBS, maka perlu segera disusun juklak dan juknis-nya sehingga teman teman di lapangan lebih jelas dalam menyikapinya.
Menurut penulis serasa masih ada yang "jumbuh" dengan penerapan UBS dan pembagian peran antara KPH dan KBM. Dulu dinyatakan bahwa unit usaha yang mandiriyang dibentuk Perum Perhutani adalah KBM. Saat ini malah KPH, yang tadinya fokus pada pembangunan hutan lestari, sekarang dibebani target dengan keuntungan alias juga harus berperan ganda sebagai cost centre dan sekaligus sebagai profit centre. Peran ganda ini dapat dianalogikan dengan tape dan radio pada mobil. Maka alat yang berperan ganda akan lebih cepat rusak dibandingkan yang fokus. Kekhawatiran dari penulis akhirnya kita tidak fokus lagi dalam pembangunan hutan untuk menyediakan bahan baku industri sebagai "core bussiness" kita. Nantinya malah pengembangan usaha yang dikuatkan. Karena bahayanya lagi tolok ukur kinerja KPH. sama dengan KBM, yakni keuntungan. Seharusnya KPH. adalah keberhasilan dalam reboisasi dan diakuisebagai PHL itulah tolok ukurnya. Dengan tolok ukur kinerja pada keuangan, maka fokus kita akan rancau. Contoh sekilas, kita telah "men-declare" akan bebas tanah kosong pada tahun 2010. Betulkan demikian ?. Memang reboisasi telah dilakukan pada lahan kosong akan tetapi bagaimana dengan evaluasi keberhasilan tanaman yang amat terkait dengan proforma sebuah KPH dan sekaligus sertifikasi PHL.
Sehingga BOD harus tegas, kemana arah perjalanan KPH dan kemana KBM. Juga jangan seperti saat ini, KBM yang dijadikan profit centre gerakannya terbatas. Kalau menurut penulis, maka KBM jangan berada di bawah Unit melainkan langsung dibawah deputy pengembangan strategis. Terus pertanyaan yang muncul bagaimana dengan pengembangan hutan rakyat. Hutan rakyat tentunya tetap dibawah deputy hutan rakyat, meskipun dengan KPH tetaplah ada koordinasi. Demikian juga dengan KBM. Unit tetap ada jalur koordinasi. Sehingga pengembangan usaha yang kita lakukan dapat fokus. Kemudian dengan kebijakan pengembangan hutan rakyat yang tahun ini cukup luas, sekitar 6 juta ha yang terbagi kedlam 3 Unit berikut sumber pendanaannya. Apakah kita sudah siap jika meminjam dari Bank komersial?. Ingat dengan SDM kita juga. Kalau mador tanam kita sudah menjadi mandor tanam yang profesional, saya sangat setuju dengan kebijakan tersebut, karena sekaligus sebagai stimulus untuk maju dan berkembang.
Menurut penulis serasa masih ada yang "jumbuh" dengan penerapan UBS dan pembagian peran antara KPH dan KBM. Dulu dinyatakan bahwa unit usaha yang mandiriyang dibentuk Perum Perhutani adalah KBM. Saat ini malah KPH, yang tadinya fokus pada pembangunan hutan lestari, sekarang dibebani target dengan keuntungan alias juga harus berperan ganda sebagai cost centre dan sekaligus sebagai profit centre. Peran ganda ini dapat dianalogikan dengan tape dan radio pada mobil. Maka alat yang berperan ganda akan lebih cepat rusak dibandingkan yang fokus. Kekhawatiran dari penulis akhirnya kita tidak fokus lagi dalam pembangunan hutan untuk menyediakan bahan baku industri sebagai "core bussiness" kita. Nantinya malah pengembangan usaha yang dikuatkan. Karena bahayanya lagi tolok ukur kinerja KPH. sama dengan KBM, yakni keuntungan. Seharusnya KPH. adalah keberhasilan dalam reboisasi dan diakuisebagai PHL itulah tolok ukurnya. Dengan tolok ukur kinerja pada keuangan, maka fokus kita akan rancau. Contoh sekilas, kita telah "men-declare" akan bebas tanah kosong pada tahun 2010. Betulkan demikian ?. Memang reboisasi telah dilakukan pada lahan kosong akan tetapi bagaimana dengan evaluasi keberhasilan tanaman yang amat terkait dengan proforma sebuah KPH dan sekaligus sertifikasi PHL.
Sehingga BOD harus tegas, kemana arah perjalanan KPH dan kemana KBM. Juga jangan seperti saat ini, KBM yang dijadikan profit centre gerakannya terbatas. Kalau menurut penulis, maka KBM jangan berada di bawah Unit melainkan langsung dibawah deputy pengembangan strategis. Terus pertanyaan yang muncul bagaimana dengan pengembangan hutan rakyat. Hutan rakyat tentunya tetap dibawah deputy hutan rakyat, meskipun dengan KPH tetaplah ada koordinasi. Demikian juga dengan KBM. Unit tetap ada jalur koordinasi. Sehingga pengembangan usaha yang kita lakukan dapat fokus. Kemudian dengan kebijakan pengembangan hutan rakyat yang tahun ini cukup luas, sekitar 6 juta ha yang terbagi kedlam 3 Unit berikut sumber pendanaannya. Apakah kita sudah siap jika meminjam dari Bank komersial?. Ingat dengan SDM kita juga. Kalau mador tanam kita sudah menjadi mandor tanam yang profesional, saya sangat setuju dengan kebijakan tersebut, karena sekaligus sebagai stimulus untuk maju dan berkembang.
Sehingga dengan telah keluarnya "tupoksi" untuk masing-masing level manajemen di Perum Perhutani, kebijakan dalam pengembangan usaha serta penerapan unis bisnis stratejik, maka perlu segera dikeluarkan ketentuan yang mengaturnya secara lebih jelas dalam bentuk juklak dan juknis didaerah. Sehingga akan lebih jelas arah pengembangan perusahaan disamping para pelakunya akan semakin lincah dalam berinovasi.
Tumbuhkan kreativitas dan daya inovasimu, menyambut adanya kebijakan dan sekaligus perubahan paradigma dari sumber pendapatan perusahaan.
Selamat dan sukses untuk semuanya, bravo Perum Perhutani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar