Saat ini berbagai macam istilah dari kewirausahaan banyak bermunculan, mulai intrapreneurship, entrepreneurship, teknopreneurship, dan co-preneurship.
Pada mulanya, memang hanya ada 2 kelompok besar, yakni intra dan entrepreneurship. Dimana keduanya hanya berbeda dimana sang wirasaha berkarya. Dalam sebuah instansi yang telah mapan ataukah berkarya secara mandiri dengan kondisi usahanya yang masih belum stabil. Sebenarnya apabila ditilik dari filosofinya, maka seorang wirausaha adalah seseorang dengan motif "climber" serta selalu mendambahan suatu tantangan yang moderat, yang akan memacu adreanalinnya, untuk mengembangkan kreativitas serta inovasinya. Mengapa demikian, karena kreativitas baru pada tahap angan-angan, yang kemudian diimplementasikan kedalam suatu bentuk inovasi.
Kembali kepada berbagai macam peristilahan yang telah disampaikan. Bagaimana dengan teknopreneurship dan co-prenership. Teknopreneursip merupakan pengembangan dari intra dan entrepreneurship. Yang lebih menjurus untuk bidang teknis secara spesifik. Sedangkan co-preneurship merupakan pengembangan secara lebih spesifik dari entrepreneursip. Dimana "pasutri" yang memiliki spirit wirausaha, secara berkolaborasi mengembangkan sebuah usaha.
Selanjutnya bagaimana dengan "rimbawan" yang sering kita sebut karena lingkup kegiatan kita yang terfokus kepada masalah pengelolaan hutan dan kehutanan.
Secara khusus rimbawan ini secara khusus, dapat dikatakan sebagai seorang teknopreneurship, termasuk kepada yang bergerak sebagai "pemerhati" masalah kehutanan. Pemerhati berarti orang yang mulia, karena "berjuang" agar peran dan fungsi hutan berjalan secara optimal. Sehingga kalau kembali kepa aspek dasar kewirausahaan, termasuk kedalam kelompok orang dengan sikap yang positif, luhur dalam mencapai tujuan pengelolaan hutan dan kehutanan.
Sesuai dengan perkembangan jaman, dimana "konservasi" bukan sesuatu yang "mati" maka pengelolaan hutan juga bersentuhan dengan pemasaran, sepanjang tidak menggagu "modal pokok" dengan kata lain yang dipasarkan hanyalah "riap" semata. Sehingga rimbawan yang bergelut dengan pengelolaan hutan dan kehutanan disini dapat dikategorikan kedalam teknopreneur. Karena pengelolaan hutan mebutuhkan kompetensi khusus yang menuju kepada profesionalisme khas, dengan etos kerja dan mentalitas rimbawan yang juga profesional.
Pada mulanya, memang hanya ada 2 kelompok besar, yakni intra dan entrepreneurship. Dimana keduanya hanya berbeda dimana sang wirasaha berkarya. Dalam sebuah instansi yang telah mapan ataukah berkarya secara mandiri dengan kondisi usahanya yang masih belum stabil. Sebenarnya apabila ditilik dari filosofinya, maka seorang wirausaha adalah seseorang dengan motif "climber" serta selalu mendambahan suatu tantangan yang moderat, yang akan memacu adreanalinnya, untuk mengembangkan kreativitas serta inovasinya. Mengapa demikian, karena kreativitas baru pada tahap angan-angan, yang kemudian diimplementasikan kedalam suatu bentuk inovasi.
Kembali kepada berbagai macam peristilahan yang telah disampaikan. Bagaimana dengan teknopreneurship dan co-prenership. Teknopreneursip merupakan pengembangan dari intra dan entrepreneurship. Yang lebih menjurus untuk bidang teknis secara spesifik. Sedangkan co-preneurship merupakan pengembangan secara lebih spesifik dari entrepreneursip. Dimana "pasutri" yang memiliki spirit wirausaha, secara berkolaborasi mengembangkan sebuah usaha.
Selanjutnya bagaimana dengan "rimbawan" yang sering kita sebut karena lingkup kegiatan kita yang terfokus kepada masalah pengelolaan hutan dan kehutanan.
Secara khusus rimbawan ini secara khusus, dapat dikatakan sebagai seorang teknopreneurship, termasuk kepada yang bergerak sebagai "pemerhati" masalah kehutanan. Pemerhati berarti orang yang mulia, karena "berjuang" agar peran dan fungsi hutan berjalan secara optimal. Sehingga kalau kembali kepa aspek dasar kewirausahaan, termasuk kedalam kelompok orang dengan sikap yang positif, luhur dalam mencapai tujuan pengelolaan hutan dan kehutanan.
Sesuai dengan perkembangan jaman, dimana "konservasi" bukan sesuatu yang "mati" maka pengelolaan hutan juga bersentuhan dengan pemasaran, sepanjang tidak menggagu "modal pokok" dengan kata lain yang dipasarkan hanyalah "riap" semata. Sehingga rimbawan yang bergelut dengan pengelolaan hutan dan kehutanan disini dapat dikategorikan kedalam teknopreneur. Karena pengelolaan hutan mebutuhkan kompetensi khusus yang menuju kepada profesionalisme khas, dengan etos kerja dan mentalitas rimbawan yang juga profesional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar