Kamis, 25 Desember 2008

MAKALAH YANG DIANGGAP SEPELE


Semenjak tahun 2001, dengan mulainya diselenggarakan kursus (SUSPIM-IV dahulu KPL-II) di Pusdiklat SDM Perum Perhutani, Madiun, bekerjasama dengan lembaga pelatihan swasta PT. BUMI ARASY NUR INTERNATIONAL, Jakarta yang dilanjutkan pada tahun berikutnya bekerjasama dengan lembaga pelatihan BUMN DIVLAT TELKOM, Bandung. Peserta selalu diminta untuk membuat makalah sebagai karya kreatif siswa dengan topik dibidang tugasnya, sehingga nantinya dapat diimplementasikan. Selama 2 (dua) tahun menimba ilmu dari penyelenggara swasta murni dan BUMN, akhirnya untuk selanjutnya ditangani secara mandiri oleh seksi Pelatihan Manajerial dan Kewirausahaan (dahulu seksi PMK, yang akhirnya menjadi seksi Diklat Manajerial dan Kepemimpinan). Memang pembuatan makalah tersebut dirasa penting karena merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh paling tidak pejabat jenjang jabatan III keatas, sesuai dengan tuntutan jaman. Bahkan saat ini telah berkembang bahwa lulusan PMK (Pendidikan Menengah Kehutanan) sejak PMK VII, termasuk KP-II (sekarang DKP-II) sudah diwajibkan untuk mulai membuat makalah. Akan tetapi karena bobotnya baru 1 (satu) masih dipandang sebelah mata oleh sebagian peserta. Sehingga ada wacana untuk bobot dari pembuatan makalah ditingkatkan menjadi 4 (empat) melebihi mata pelajaran di kelompok inti.

Pada dasarnya pengelola Pusdiklat SDM menyadari, bahwa salah satu kelemahan siswa (terutama teman-teman dari lapangan) adalah kendala dalam pemilihan kata ataupun penyusunan kalimat, yang dalam istilah kerennya sering disebut dengan diksi. Hal ini terjadi karena budaya membaca dan menyimak informasi penting berkaitan dengan masalah teknis kehutanan masih rendah. Sehingga sebagai wacana kedepan Pusdiklat SDM Perum Perhutani juga akan melakukan "outsourcing" untuk ahli bahasa ini. Sehingga siswa akan mampu merangkai diksi menjadi sebuah paragraf yang enak dibaca oleh siapapun.

Disamping dari sisi siswa maka juga kami sadari sepenuhnya bahwa pembimbing yang ditunjuk juga belum terlibat secara totalitas. Sehingga disini juga perlu adanya komitmen manajemen Pusdiklat SDM sendiri dan pedoman penulisan makalah tersebut juga disahkan oleh Direksi Perum Perhutani.

Disamping kendala dalam bahasa ternyata memang "sensitivitas" teman-teman terhadap permasalahan yang terjadi dibidang tugasnya masih kurang, bukan hanya dialami oleh teman-teman tenaga teknis kehutanan aan tetapi juga yang Teknis Non-Kehutanan.

Sebagai gambaran, seorang pejabat jenjang jabatan V dibidang umum, maka ternyata yang diangkat sebagai "topik" dalam penulisan, hanyalah masalah persuratan. Pertanyaannya tidak adakah permasalahan lain yang lebih penting dan dapat menimbulna dampak bagi perusahaan atau menyikapi kebijhakan BOD tentang optimalisasi atau kita sadar perlu adanya pelayanan prima dibidang tugasnya ataupun yang lain. Sepertinya kepekaan dan kreativitas dari teman-teman sepertinya disayangkan agak kurang, ataukah karena pemberdayaan kurang dilakukan sehingga mereka menjadi "kuper" dengan permasalahan yang ada. Suatu hal yang sangat disayangkan karena misi ke-empat perusahaan kita menyatakan : membangun sumberdaya manusia perusahaan yang bersih, berwibawa dan profesional. Kata-kata profesional tersebut tampaknya masih diawang-awang, apalagi jika dikaitkan dengan etos kerja unggul yang disampaikan oleh "Mr. Etos Indonesia" Jansen Sinamo demikian juga dengan mentalitas profesional, serta prinsip membangun perusahaan sebagaimana dilansir oleh Andria Harefa dalam karya gado-gadonya dalam buku "Sustainable Growth", maupun era informasi, komunikasi dan teknologi atau era digital, yang mulai kita tapaki ataupun tata kelola perusahaan yang baik (GCG) yang dikumandangkan semenjak tahun 2003.

Makalah yang dibuat siswa sekarang hanyalah sebagai salah satu syarat kelulusan saja. Dengan adanya bobot 4 (empat) maka tentu akan membuat siswa lebih termotivasi lagi, dan betul-betul akan intens" dalam pembuatan makalah. Jika demikian yang diharapkan maka total;itas dari pembimbing dan adanya penyedian waktu khusus serta siswa tidak terlalu diplekoto seperti sekarang, tentulah harus juga kita perbaiki mulai sekarang. Sehingga seorang siswa yang kreatif juga mampu mengem,bangkan imajinasi dan meluangkan waktu untuk membuat suatu tulisan yang mampu memberikan kontribusi kepada perusahaan.

Gambaran lain ada seorang siswa yang kreatif dan memiliki kemampuan untuk menulis sesuatu topik akan tetapi karena kendala waktu dalam pengumpulan dan pengolahan data, akhirnya terhenti dan hanya mampu menampilkan tulisan ala kadarnya tentang perpajakan. Sayang sekali. Ini penulis anggap sebagai permasalahan yang harus segera dicarikan solusinya. Terutama jika Pusdiklat SDM sebagai "pusat keunggulan" perusahaan dan mengacu kepada misi ke-empat yang mulia demi eksistensi Perum Perhutani.

Mohon kepada yang sempat mebaca tulisan ini untuk menyampaikan masukannya kealamt surat elektronik saya: gauz_05@plasa.com atau gauz_05@yahoo.co.id. Saya sangat menunggu masukannya. Demi masa depan perusahaan kita tercinta maka penulis sagat mengharapkan masukannya yang positif. Terimakasih kepada teman-teman.

Terutama kepada adikku mantan PMK-IX dan lulusan PMK-X juga dari SUSPIM-IV, SUSLIA TK/ TNK (yang sekarang menjadi DKP-III TK/ TNK) ataupun DKP-II TK/ TNK ataupun teman-teman rimbawan lainnya, mantan mitra kerja, baik dari lembaga ataupun perseorangan.

Sekali lagi disampaikan terimakasih atas masukannya.


Salam,



Gandrie S

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Kalau bobot pembuatan makalah ditingkatkan tentunya kualitasnyapun mestinya meningkat tetapi waktu yang diberikan harus cukup dan jangan lupa Puslatbang harus menyediakan perpustakaan yang komplit dengan buku-buku yang terbaru. Hal ini penting sebagai salah satu sumber referensi penyusunan makalah. Masalah bahasa, tentunya perlu pendampingan dari pembimbing yang ditunjuk pihak puslatbang