Kita mengetahui bersama bahwa wisata Perum Perhutani belumlah dilakukan dengan sepenuhnya. Mengapa penulis katakan demikian. Karena pertama pemberdayaan sebagai unit bisnis yang beroientasi profit belum maksimal karena berbagai hal, kedua sumberdaya manusia yang menukung wisata belumlah siap 100% untuk merubah paradigma sebagai bagian yang harus berorientasi profit, ketiga sarana dan prasarana yang belum mendukung sepenuhnya, keempat komitmen manajemen, dan kelima pelayanan prima.
Kendala tersebut haruslah kita hilangkan karena wisata ditargetkan harus mampu mencapai 2% atau bahkan lebih dari pendapatan perusahaan. Menurut hemat penulis harusnya bisa karena yang memiliki lokasi dan potensi tidak sehebat Perum Perhutani bisa mencapai pendapatan yang lebih. Permasalahannya hanya bagaimana kita memeprsiapkan infrastruktur dan sumberdaya manusia berikut komitmen manajemen dalam hal wisata. Kalau dilihat dari sisi bisnis perusahaan sebenarnya core kita adalah kayu berikutnya adalah non-kayu. Tapi dengan kondisi yang ada, maka wisata haruslah memerankan diri dengan merubah paradigma dalam melakukan pengelolaan. Potensi yang besar apalagi jika ditambah dengan berbagai atraksi yang "pas" maka akan memiliki daya jual yang tinggi.
Permasalahan selama ini kita belum pernah melakukan survey indeks kepuasan pelanggan dari berbagai wisata yang ada di Perum Perhutani. Dengan melakukan survey, maka kita dapat mengetahui sebenarnya kekurangan kita dimana. Kita baru ber-andai andai saja.
Beberapa potensi di kawasan wisata kita juga memiliki kemungkinan untuk dikembangkan dan harus dikembangkan terutama yang menyangkut pondok atau penginapan. Mengapa demikian orientasi wisma atau pondok yang telah ada berbeda dari semula dengan sekarang, baik mengenai bentuk dan ukuran (lobi, kamar), privacy pengunjung, kemudahan (bersatu dengan resto) ataupun hal lainnya. Dahulu kala hanya berorientasi untuk rapat direksi atau penginapan tamu (semacam guest house). Sekarang untuk konsumen umum yang tentunya membutuhkan privacy, kemudahan, kenyaman, dan pelayanan prima.
Oleh karena itu maka kita harus mampu melakukan re-design untuk hal tersebut. Sebagai gambaran mengapa agrowisata maju dengan pesat saat ini. Padahal suguhannya hanyalah panorama kebun, proses pengolahan teh, dan menikmati minuman teh. Bahkah wisata di perkebunan ada yang menjadikan sebagai primadona, seperti yang di Lawang, Puncak, dlsb.
Bagaimanakah dengan kita. Apabila pengunjung pondok, tidak hanya menikmati segarnya udara dan panorama, maka dapat kita sajikan pertanian masyarakat yang ramah lingkungan (PHBM), kita kenalkan proses pembibitan tanaman hutan yang mengikuti teknologi (dengan menggunakan IBA, IBB), adanya jogging track, pemberdayaan masyarakat setempat (seperti di arung jeram Citarik-Sukabumi atau kampung sampireun-Garut). Hal ini tentu sangat memungkinkan. Disamping menyediakan sarana bermain anak yang aman, mengingat keluarga saat ini adalah keluarga kecil (bapa-ibu-anak dan tanpa pembantu), penyediaan pusat informasi dengan perangkat multi-media termasuk sarana di kamar atau pondok yang dilengkapi dengan faksimili. Sehingga pebisnis istirahat sambil tetap dapat memantau pekerjaannya.
Permasalahannya untuk mewujudkan itu semua diperlukan investasi. Oleh karena itu perlu adanya kejelasan dalam kerjasama di pasal 4 SK. 400? Kpts/ Dir/ 2007.
Kita memiliki lahan, kemudian tersedia "blue print" pengembangannya, maka pihak III dapat melakukan kerjasama dengan bentuk kerjasama BOT/ BTO tergantung kesepakatan yang disepakati bersama antar pihak.
Setelah dibangun sesuai dengan blue print yang ada, maka karyawan kita juga bisa magang untuk melihat bagaimana mitra kita menjalankan bisnisnya. Setelah kesepakatan dalam mengoperasikan habis dan kemudian diserahkan kepada Perum Perhutani, maka disamping prasarana maka kita juga telah memiliki SDM yang handal karena telah magang di mitra.
Saat ini mencari investor yang benar-benar kredibel dibidang wisata tentu agak sulit karena situasi perekonomian dunia yang sedang menggejolak, mengingat usaha di wisata umumnya "bunting investasi"-nya relatif lama. Paling tidak selama 8 (delapan) tahun.
Disamping melengkapi dan melatih SDM nya untuk menangani permaian "flying fox".
Akan tetapi peluang BOT atau BTO-lah yang saat ini bisa dilakukan oleh perusahaan, disamping komitmen yang jelas, serta perubahan paradigma pengelolanya.
Ayolah bangkit wisata Perum Perhutani. Apalagi dibidang wisata sebenarnya kita memiliki potensi tenaga muda yang krestif dan kompeten dibidangnya. Berdayakanlah potensi yang ada.
Bravo, seluruh pengelola wisata Perum Perhutani.
Salam,
Gandrie S
Pengajar Wisata dan Pengembangan Usaha
Pusdiklat SDM Madiun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar