PUSDIKLAT SDM (Pusat Pendidikan dan Pelatihan) Sumberdaya Manusia Perum Perhutani, berada di kota Madiun (atau yang terkenal dengan kota pecel dan lempeng-nya). Dahulu kala berawal dari 2 (dua) Pusdik, yang berlokasi di Madiun dan Cepu. Kemudian tetap bernama Pusdik akan tetapi telah bergabung antara Pusdik Cepu dan Madiun, kemudian berubah nama menjadi Puslatbang (Pusat Pelatihan dan Pengembangan) SDM atau P3SDM. Bagaimana dengan mantan Pusdik Cepu. Pusdik ini kemudian beralih fungsi menjadi Puslitbang (Pusat Penelitian dan Pengembangan) yang awalnya bernamaTeak Centre Perum Perhutani, karena kebetulan penulis ikut membidani kelahiran Teak Centre tersebut, khususnya pada monumen dan pembuatan tanaman (lokal dan manca negara), laboratorium dan kebun pangkas.Teak Centre tersebut dalam pembangunannya melibatkan berbagai lembaga swasta dan perguruan tinggi negeri, seperti; UNPAD, UGM serta lembaga swasta (konsultan pembangunan) dari LAPI-ITB.
Selanjutnya Pusdiklat SDM Perum Perhutani dalam menyongsong tantangan jaman, mengemban misi keempat perusahaan, yakni membangun sumberdaya manusia perusahaan yang bersih, berwibawa dan profesional. Pertanyaanya adalah sanggupkah kita mewujudkan itu sebagaimana diamanatkan oleh misi keempat kita. Maka tentu jawabannya terpulang kepada niat dari sumberdaya manusia perusahaan dan komitmen manajemen.
Dari sisi niat. Maka kembali kempada niat seseorang untuk menjadi apa. Katakan menjadi sumberdaya manusia profesional, maka kita harus mau memahami untuk meningkatkan kompetensi dibidang tugas kita masing-masing. Menurut khabar, bahwa sebentar lagi kita akan memasuki era; CB-HRM (competency based human resource management). Berarti kompetensi seseorang yang akan menjadi indikator penilaian kinerja. Demikian juga dengan SK. 987/ Kpts/ Dir/ 2007 yang telah tersirat mengisyaratkan pentingnya kompetensi. Mengapa demikian karena piola karir seseorang tidak lagi berdasarkan masa kerja, akan tetapi berdasarkan kompetensi. Apabila seseorang dipandang layak menduduki jabatan tertentu, maka bisa saja "menyalip" seniornya. Hal lain yang harus diperhatikan selain kompetensi adalah penghayatan dalam kerja, sesuai dengan etos kerja unggul dari seorang profesional. Menurut pakar etos kerja, Yansen Sinamo terbagai kedalam delapan etos berikut ciri-nya. Penulis membuat jembatan keledai dengan etos kerja "PARAS-APIK". Sedangkan terkait dengan komitmen manajemen adalah "keterbukaan, transparansi" sebagaimana disyaratkan dalam tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) yang telah dikeluarkan oleh PBB atau yang dilansir oleh ADB (Asian Development Bank) beberapa waktu yang lalu guna menyongsong era globalisasi 2015, dengan salah satu persiapannya adalah membangun ICT (information and communication technology), dimana hal ini juga telah diwujudkan tahun 2002 dengan mulai membangun "community access point" dengan programnya yang dinamakan dengan JIEMI (jaringan infrastruktur elekronik masyarakat Indonesia) diawali di 5 kota dan akhirnya berkembang di 10 kota di Indonesia.
Dengan telah dicanangkannya oleh pemerintah, untuk bagaimana kita menyikapi tantangan gobal masa mendatang, maka mau tidak mau, suka tidak suka, maka Pusdiklat SDM juga harus berubah untuk menga-akomodir tuntutan eksternal dan mempersiapkan diri dalam lingkungan internal perusahaan, khususnya dalam hal pembelajaran. Mengingat akan peran Pusdiklat SDM sebagai "learning centre" perusahaan dengan mottonya "kretharta karya samuha" (keberhasilan melalui kebersamaan). Untuk ityu, marilah kita pikirkan bersama kemajuan "learning centre" yang kita miliki, yang bertugas mempersiapkan kader SDM yang mengawal berputarnya roda perusahaan.
Kemajuan informasi dan teknologi, sudah mensyaratkan bahwa dalam dunia pembelajaran-pun kita harus mulai mempersiapkan, seperti apa yang saya tulis dengan "widyaiswara menyongsong era digital" diatas. Mengapa Pusdiklat SDM kok penulis langsung menuju kepada widyaiswara-nya, ytentu ada dalihnya. Dasarnya sesuai dengan keputusan menteri Nomor PER/ 66/ M.PAN/ 6/ 2005, ditegaskan bahwa tugas dan kewenangan widyaiswara (bab III pasal 6), yakni; menganalisis kebutuhan pelatihan, menyusun bahan ajar (buku teks, hand-out) peserta Diklat, melaksanakan pembelajaran (mengajar, melatih) serta mengelola program diklat. Itu semua harus dilakukan dengan ICT (information and communication technology). Kita juga harus merubah situasi dalam proses diklat, karena sebagaimana disampaikan oleh pakar widyaiswara dan teknologi pembelajaran Ir. Lintang Suharto Rivai, DEA (2007) dalam bukunya "widyaiswara menapak era digital" dengan menyitir apa yang disampaikan Malcom Knowles, bahwa kharakteristik pembelajaran orang dewasa dengan metodenya yang dikenal dengan "andragogi", harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Orang dewasa umumnya menginginkan kebebasan, tidak dipenuhi dengan aturan-aturan
2. Telah memiliki pengalaman dalam bekerja, sehingga juga memiliki banyak informasi
3. Umumnya sudah terbentuk dan memiliki nilai yang membentuk "mental model" mereka
4. Kegairahan belajar dan kesabaran telah mulai menurun
5. Selalu cenderung mengubungkan pengetahuan baru dengan hal-hal yang telah diketahui
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka untuk menciptakan situasi belajar yang kondusif dengan ditunjang sarana pembelajaran yang mampu mengakomodit "ICT", maka beberapa hal harus dilakukan oleh Pusdiklat SDM. Sehingga nantinya betul-betul mampu melahirkan SDM handal, yang tentunya sangat dibutuhkan perusahaan dalam menyikapi tantangan eksternal yang semakin berat.
Beberapa hal yang harus dilakukan antara lain;
1. Komitmen manajemen tentang alokasi anggaran diklat dan persyaratan kompetensi dan
batasan usia maksimal mulai ditempatkan sebagai widyaiswara
2. Sarana penunjang proses pembelajaran
3. Merubah proses pembelajaran, yang terkesan "pedagogi" bukan kepada "andragogi"
4. Merubah kurikulum dan silabus yang dilakukan melalui proses analisa kebutuhan pelatihan yang
tidak hanya kebutuhan teknis akan tetapi juga manajerial, dengan jumlah mata ajaran yang betul-
betul dibutuhkan peserta guna mengantisipasi gliobalisasi ini. Disamping selalu ditunjang
dengan "role play" yang akan mengurangi kejenuhan peserta
5. Jadwal pelaksanaan pelatihan (tidak terlalu padat), seiring dengan usia peserta
Sehingga dalam pembelajaran tentunya hampir senada dengan seorang peresenter yang juga harus memiliki kemampuan menghibur peserta serta ditunjang sarana untuk melakukan materri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar